Jika kau melihat penindasan dan bergetar hati mu, Dan masuk dalam barisan ku!! Maka kau adalah saudara ku!!

Rabu, 06 April 2011

HASIL RUMUSAN DISKUSI TEMU ILMIAH BIMBINGAN TEKHNIS DALAM RANGKA HUT DWI DASAWARSA PERATUN DI JAKARTA TGL. 31 MARET S/D 02 APRIL 2011

HASIL RUMUSAN DISKUSI TEMU ILMIAH BIMBINGAN TEKHNIS

DALAM RANGKA HUT DWI DASAWARSA PERATUN DI JAKARTA

TGL. 31 MARET S/D 02 APRIL 2011










Tim Perumus Bimbingan Teknis Hakim Peradilan Tata Usaha Negara dalam rangka Peringatan Dwi Dasawarsa Peradilan Tata Usaha Negara, bertempat di Hotel Mercure- Jakarta 31 Maret s/d 2 April 2011. Dengan Tema : “Pembaharuan Peradilan Di Lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara Dalam Kaitannya Dengan Reformasi Birokrasi Pemerintahan.

Setelah :

  1. Mendengar pidato sambutan pada pembukaan Bintek Hakim Peradilan TUN dalam rangka Peringatan Dwi Dasawarsa Peradilan Tata Usaha Negara, bertempat di Hotel Mercure - Jakarta 31 Maret s/d 2 April 2011. Dengan Jajaran Peratun Seluruh Indonesia Tahun 2008, oleh :

- Bapak Ketua Mahkamah Agung RI : Dr. Harifin Tumpa, S.H., M.H.

2. Mendengar pengarahan dari :

Bapak Prof. Dr. Paulus Effendi Lotulung, S.H.-Ketua Muda Mahkamah Agung RI Urusan Lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara.

3. Mendengarkan Pemaparan dari Nara Sumber :

1) Bapak Prof. Dr. Bagir Manan, S.H., M.CL.

2) Bapak Prof. Dr. Jimly Assidiqqie, S.H.

3) Bapak Imam Anshori Saleh, S.H., M.Hum.

4) Prof. Dr. Eko Prasojo, Mag. Rer.Publ.

Moderator :

1) H. Arpani Mansur, S.H., M.H., Waka. PT-TUN Medan.

2)

11

Istiwobowo, S.H., M.H., Waka. PT-TUN Makassar.

12


3) Dr. Arifin Marpaung, S.H., M.Hum, Hakim Tinggi PT-TUN Jakarta.

4) Dr. Santer Sitorus, S.H., M.H., Hakim Tinggi PT-TUN Jakarta.

Diskusi dengan peserta Bimbingan Teknis diperoleh rumusan sebagai berikut:

I. Hasil Rumusan.

A. Topik I “Pers dan Tranpransi Peradilan.” yang disampaikan oleh narasumber : Prof. DR. Bagir Manan, SH dengan moderator : Arpani Mansur, S.H., M.H.

- Dalam sistem negara hukum yang demokratis, Pers dan Kekuasaan Kehakiman harus independen. Pers harus bebas menyampaikan informasi kepada pubik dan Kekuasaan Kehakiman harus bebas dalam memutus perkara.

- Merupakan suatu syarat dalam peradilan demokratis yaitu adanya keharusan keterbukaan (transparancy) yang bersifat yudisial dalam proses peradilan.

- Kaitannya Fungsi Pers dengan Keterbukaan Pengadilan adalah sebagai media informasi dan media kontrol sosial.

- Keterbukaan senantiasa bernilai baik dan bagi badan peradilan mempunyai makna :

1) Diharapkan lembaga peradilan senantiasa berjalan sesuai asas, kaidah, dan tujuan peradilan yaitu penerapan hukum yang tepat, putusan yang memuaskan, adil dan benar.

2) Agar sistem peradilan sesuai dengan asas-asas negara hukum untuk mewujudkan keadilan dan kebenaran melalui kepercayaan publik (public trust).

3) Menjaga dan meningkatkan kualitas pengadilan, peradilan, dan seluruh warga pengadilan. Meliputi integritas, pengetahuan dan ketrampilan yang handal yang tercermin dalam putusan berkualitas dan tidak mencerminkan keraguan atau memaksa-maksakan kebenaran yang dibuat-buat.

13


4) Mengawasi pengadilan dengan cara mendorong partisipasi publik, karena pengadilan bertanggung jawab kepada hukum dan kepada Tuhan.

Dalam Diskusi Topik I tersebut di dapat interaksi tanya jawab yang mengemuka yang dapat disimpulkan sebagai berikut:

- Dalam kaitannya dengan keterbukaan Pengadilan dimana pada sisi lain Hakim diidentikan sebagai “The Silent Corps” (Kelompok yang diam) sedangkan di sisi lain terdapat tuntutan keterbukaan (openness), maka untuk mengatasi problematik tersebut para hakim agar tetap berfokus kepada tugas teknis judisial, sedangkan untuk berbicara berkaitan dengan pers dapat dilakukan oleh Humas atau Ketua Pengadilan; Bahwa profesi hakim itu mulia (officilium nobellium), putusan hakim adalah hukum walaupun ternyata putusan hakim itu salah, suatu hukum hanya dapat dikoreksi dengan hukum juga. Sejalan dengan besarnya tugas dan tanggung-jawab profesi tersebut, maka hakim senantiasa dituntut untuk menjaga keluhuran dan martabat jabatan hakim itu sendiri, antara lain dengan tetap menjaga integritas, pengetahuan yang luas disamping legal skill yang memadai.

- Berkaitan dengan adanya pemberitaan yang tidak berimbang (uncovered both sides) atau perlakuan yang tidak baik (unfair treatment) oleh segelintir oknum insan atau pekerja pers (jurnalistik), maka Hakim secara individu atau Pengadilan secara kelembagaan dapat melayangkan surat kepada Dewan Pers untuk melaporkan tindakan maupun ucapan dari para pekerja pers yang tidak memenuhi Kode Etik Jurnalistik maupun ketentuan hukum formal di bidang pers.

- Sikap Dewan Pers dalam upaya meningkatkan profesionalisme insan Pers diantaranya adalah dengan akan melakukan Sertifikasi Jurnalistik serta pelatihan jurnalistik yang kontinu dan menjalin komunikasi yang baik dengan pihak-pihak terkait seperti aparat kepolisian dan pemerintah daerah Langkah tersebut diharapkan mampu meredam atau mengatasi banyaknya keluhaan yang dialamatkan terhadap sebagian oknum pekerja pers yang tidak

14


bertanggung-jawab atau melakukan tindakan tercela.

- Sebagaimana lazimnya di negara-negara hukum anglo saxis, pranata contempt of court dinilai dapat digunakan untuk melindungi peradilan dari pelecehan yang mungkin terjadi oleh media massa (unfair comment by the press) akan tetapi pranata hukum semacam ini sampai saat ini masih belum berlaku dalam sistem hukum Indonesia. Oleh karena itu gagasan dan rencana diadopsinya ketentuan contempt of court dalam rencana revisi UU KUHP perlu didukung dan diapresiasi secara konstruktif oleh para pemangku kepentingan di bidang kemajuan hukum di Indonesia.

B. Topik II “Reformasi Birokrasi Kekuasaan Kehakiman” yang disampaikan oleh narasumber : Prof. DR. Jimly Asshiddiqie, SH dengan moderator : Istiwibowo, SH., MH.

- Pasca reformasi kekuasaan kehakiman melalui Amandemen UUD 1945, Mahmakah Agung sebagai puncak kekuasaan kehakiman disamping Mahkamah Konstitusi memiliki tugas dan kewenangan yang semakin besar dan kompleks. Mengingat besarnya tugas tersebut, diperlukan penataan struktur organisasi Mahkamah Agung, agar lebih dapat berfokus menjalankan fungsi substantifnya yaitu memfasilitasi keadilan kepada para pencari keadilan (justice seekers), artinya fungsi-fungsi administrasi, manajemen, anggaran perlu dikurangi beban perhatiannya oleh MA. Sebagian berpendapat agar urusan tersebut dikerjakan oleh semacam supporting unit saja yang dalam segi teknisnya dapat dilaksanakan oleh Lembaga Komisi Yudisial. Atau dengan kata lain, perlu dikembangkan pemikiran adanya lembaga penunjang terhadap sistem kelembagaan peradilan (judicial auxiliary organ) dalam menangani urusan-urusan non-teknis peradilan untuk mengurangi beban hakim dan pengadilan.

15


Hal ini sudah diakomodasi dalam UUD 1945, misalnya gagasan penyatuatapan pengelolaan administrasi peradilan oleh lembaga independen (bukan lembaga eksekutif/pemerintah) seperti Komisi Yudisial yang mempunyai pola kemitraan dengan Mahkamah Agung.

-

15

Perlunya pemikiran ulang untuk membenahi sistem administrasi yaitu dengan mengadopsi sistem teknologi informasi. Bagaimana komunikasi sistem hukum antar organisasi agar terbuhung sehingga tersedia database, tujuannya agar pengambilan keputusan menjadi cepat, sehingga misalnya dapat diketahui dengan segera pengadilan mana yang sedang mengalami kekurangan atau kelebihan hakim. Sistem rekrutmen dan mutasi hakim agar didasarkan database kebutuhan organisasi, perlu dihindari kesan pola rotasi dan mutasi sekadar sebagai proyek penjatahan.

- Berkaca kepada pengalaman di Mahkamah Konstitusi, menurut Prof. Jimly Assiddiqqie, urusan pengelolaan administrasi keuangan menempati posisisi yang sangat strategis dalam arti jika administrasi di bidang keuangan telah terkelola dengan baik, maka urusan administrasi di bidang lain (administrasi personalia, umum, dsb) akan lebih mudah ditata sehingga baik sehat rapi. Ke depan perlu dipikirkan agar hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan dijadikan sebagai salah satu acuan audit kinerja, lebih spesifik lagi perlu didorong agar setiap pengadilan (Satuan Kerja) dapat memperoleh hasil audit dengan predikat WTP (Wajar Tanpa Pengecualian).

- Perlu dikembangkan konsep berpikir baru di bidang administrasi pelayanan (legal services). Hal ini perlu diperhatikan karena posisi pengadilan sebagai

16


institusi yang melayani kebutuhan pencari keadilan (justice seeker). Oleh karena itu, perlu dikembangan system pelayanan dengan berpresfektif konsumen (consumer perspectives) atau lazimnya juga dikenal dengan istilah client satisfactory (kepuasan masyarakat pengguna jasa peradilan) dalam wacana pembaharuan peradilan secara global. Trend pelayanan baik oleh sektor publik maupun swasta semakin menghendaki peningkatan tranparansi, akuntabilitas, efesiensi yang kesemua elemen tersebut membentuk pilar-pilar sistem good governance (tata kelola pemerintahan yang baik). Prinsip efensiensi melebar ke semua sistem berpikir institusi di seluruh dunia. Dalam segi akuntabilitas, kini semua pekerjaan menuntut keterbukaan kecuali undang-undang menentukan lain. Dalam kehidupan modern, prinsip check and balances sangat berperan penting untuk mengatur selain hubungan antar institusi juga hubungan internal institusi.

- Reformasi di bidang hukum masih tertinggal, perubahan yang ada masih bersifat tambal sulam, demokrasi tanpa rule of law tidak akan menjamin tumbuhnya kesejahteraan negara, justice (keadilan) dan prosperity (kesejahteraan) harus berjalan pararel.

- Persoalaan dalam perubahan blue print masih adanya ketidaksinkoran antar lembaga penegak hukum dalam satu kesatuan seperti Kepolisan, Kejaksaan, KPK, Lembaga Pemasyarakatan. Oleh karena itu, perlu perubahan sikap cara dan kinerja antar lembaga terkait sebagaimana disebutkan di atas agar menjadi satu kesatuan.

17


- Persoalan lain dalam penerapan IT di lingkungan pengadilan adalah webstite tidak ada dalam sturuktur jabatan, yang menggerjakan staf, harus ada terobosan sedangkan masalah lain adalah kendala implementasi kebijakan seperti trial and error, tidak sejalannya law in book and law in action.

- Misi peradilan adalah memberikan keadilan di tengah-tengah masyarakat, trias politica baru dalam kehidupan yaitu : negara (state), masyarakat sipil (civil society) dan pasar (market). Ketiga elemen tersebut merupakan kekuatan yang turut mempengaruhi gerak perkembangan negara. Pengadilan tidak boleh didikte oleh ketiga elemen tersebut baik negara. Independensi sturuktural, jaminan structure independet sudah tersedia tinggal bagiaman independensi fungsional yakni independensi para hakim secara individual. Perlu dihindari sistem atau suatu kondisi yang merintangi independensi hakim secara individual.

- MA tidak boleh dibandingan dengan MK secara langsung, apple to apple, mengingat rentang kendali dan kompleksitas tugas yang berbeda antara MA dan MK, tetapi dibandingkanlah MK dengan PTUN dan PN secara langsung artinya keberhasilan modernisasi peradilan di MK selayaknya dijadikan cermin perubahan oleh masing-masing satuan kerja pengadilan di bawah naungan Mahkamah Agung. Dunia kehakiman harus dekat dengan perguruan tinggi. MK ditarik ke dalam bagian pergaulan para hakim (Intellectual justice sub culture).

- Dalam rangka melaksanakan reformasi birokrasi, lembaga peradilan tata usaha negara seharusnya dapat dijadikan dan menjadikan dirinya sebagai

18


proyek percontohan guna mencapai visi untuk mewujudkan badan peradilan Indonesia yang agung sebagai mana dirumuskan dalam Blue Print Mahkamah Agung, dan diharapkan dapat diwujudkan dengan tetap terjaganya misi kemandirian, pelayanan bagi pencari keadilan, kualitas kepemimpinan, dan kredibilitas serta tansparansi.

- Aspek mendasar yang sangat menentukan dalam upaya perbaikan sistem peradilan dan penegakan hukum di Indonesia adalah masalah manajemen, meliputi bidang administrasi, sumber daya manusia, finansial, serta sarana dan prasarana.

- Faktor yang menentukan untuk mewujudkan manajemen perkara, yaitu substansi aturannya, sumber daya manusia, sistem informasi-komunikasi hukum, dukungan sarana-prasarana serta anggaran, dan kepemimpinan.

C. Topik III “RUU AP Dalam Kaitannya dengan Kewenangan PTUN” yang disampaikan oleh narasumber : Prof. DR. Eko Prasojo, Mag.rer.Publ dengan moderator Bpk. Dr. Santer Sitorus, S.H., M.Hum.

- Reformasi administrasi negara berarti pula reformasi dalam bidang hukum administrasi negara yang bersifat sektoral maupun lintas sektoral (penyusunan prosedur pembuatan keputusan, peraturan penyerahan keputusan, peraturan penegakan keputusan, peraturan mengenai biaya dan ganti rugi, serta proses dan manajemen sumber daya manusia aparatur, sistem pengawasan, sistem pengelolaan keuangan dan lain-lainnya).

- RUU AP salah satu produk hukum yang mengatur tanggung jawab dan pemerintah untuk menjamin penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan publik yang cepat, nyaman dan murah. Bahkan dalam konteks pemberantasan korupsi di Indonesia, RUU

19


AP kelak juga merupakan instrumen penting dalam mencegah terjadinya korupsi dan dalam konteks sosiologis ketentuan ini akan mengurangi kroni-isme yang seringkali berhubungan dengan penurunan kualitas pelayanan publik dan meningkatnya tingkat korupsi karena dalam sistem masyarakat terdapat hubungan kekeluargaan dan kekerabatan yang masih kuat.

- Arti penting RUU AP :

1. Undang-undang ini pada satu sisi memberikan otonomi dan fleksibilitas kepada instansi dan lembaga pemerintah dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan publik untuk menentukan sendiri standar kualitas, kuantitas serta prasyarat dalam pemerintahan dan pelayanan publik; disisi lain memberikan ruang gerak kepada pemerintah dalam merespon perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat.

2. Memuat prosedur umum dalam penyelenggaraan pemerintahan, khususnya dalam pembuatan keputusan administrasi pemerintahan. Prinsipnya mengatur hubungan hukum antara Badan atau Pejabat Administrasi Pemerintahan dengan individu atau masyarakat dalam wilayah hukum publik serta secara mendasar bertujuan untuk melindungi individu dan masyarakat dari praktek maladministrasi dan penyalahgunaan wewenang oleh Badan atau Pejabat Administrasi Pemerintahan dalam usahanya untuk memperoleh haknya.

- RUU AP memberikan kesempatan untuk menerapkan prinsip-prinsip good governance (seperti partisipasi, transparansi, penegakan hukum, efektivitas, dan efisiensi, profersionalisme, akuntabilitas dan pengawasan, daya tanggap, dan lain -

20


lain) yang diwujudkan dalam norma hukum yang bersifat mengikat kepada seluruh rakyat, pejabat dan pegawai negeri sipil.

- Belum optimalnya lembaga penegak hukum yang ada sehingga keberadaan lembaga superbody seperti KPK masih sangat relevan untuk mengatasi problem yang masih terjadi. Korupsi di Indonesia lebih disebabkan karena terjadinya pertukaran kewenangan.

- Dalam RUU AP, sanksi bagi pejabat pemerintah yang tidak melaksanakan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap adalah upaya paksa berupa pembayaran sejumlah uang dan sanksi administratif (Pasal 78 RUU AP), tidak menganut seperti sistem peradilan administrasi di Turki yang dikenai sanksi pidana maupun seperti sistem peradilan administrasi di Jerman yang tidak dikenai sanksi apapun.

- RUU AP diperlukan untuk memperjelas batas-batas kewenangan seperti Delegasi dan Mandat sehingga masalah seperti keluarnya radiogram Mendagri.

- Titik singgung antara pidana dan administrasi, hakim pidana harus tahu juga RUU AP. Hukum administrasi merupakan prioritas pertama yang dijadikan alat ukur apakah suatu tindakan pemerintah sesuai hukum atau tidak, sebelum dialihkan ke peradilan umum.

- Fokus penyelesaian sengketa administrasi dalam RUU AP lebih mengedepankan penyelesaian secara internal sesuai dengan paradigma, lebih baik mencegah daripada mengobati. Diharapkan angka gugatan di PTUN akan berkurang.

21


- Kepada para hakim peradilan TUN diharapkan mulai mengadaptasi (mempelajari dan memahami) kaidah-kaidah hukum dalam RUU AP agar sudah siap melaksanakannya ketika RUU tsb sudah disahkan menjadi UU.

- MA diharapkan mendorong pemerintah untuk menyampaikan RUU AP ke DPR agar segera disahkan menjadi UU atas inisiatif pemerintah.

- Indikasi diterbitkannya RUU AP akan berakibat pada:

a. Perubahan mindset dan kulturset aparatur aparatur penyelenggara pemerintahan

b. Terbangunnya perubahan sistem penyelenggaraan pemerintah yang lebih modern dan mewujudkan pemerintahan yang lebih baik

c. Mencegah terhadap terjadinya praktek KKN oleh pejabat pemerintahan sejak sebelum keputusan dan tindakan pemerintahan ditetapkan

d. Membangun kepercayaan masyaraka dan implikasinya pada peningkatan pada pertumbuhan ekonomi, peningkatan kesempatan kerja dan mengurangi angka kemiskinan.

D. Topik IV: “Peran Komisi Yudisial Dalam Menengakan Kehormatan dan Menjaga Perilaku Hakim: disampaikan oleh narasumber : Bpk. Imam Anshori Saleh dengan moderator Bpk. Dr. Arifin Marpaung, S.H., M.Hum.

- Unsur-unsur tugas konstitusional Komisi Yudisial (KY) RI berdasarkan Pasal 24 B ayat (1) UUD 1945 :

1. KY bersifat mandiri, yang berarti bahwa KY tidak berada di bawah lembaga negara lain baik eksekutif, legislatif, ataupun yudikatif dan berada di bawah atap sendiri tidak berada di bawah atap departemen atau badan lain.

22


2. Mengusulkan Calon Hakim Agung dengan melibatkan peran Mahkamah Agung, selain lembaga independen lainnya.

3. Menjaga kehormatan dan perilaku hakim. Istilah “menjaga” adalah upaya preventif, upaya ini sebenarnya dapat dilaksanakan melalui bentuk kegiatan antara lain memberikan pendidikan calon hakim serta pendidikan dan latihan hakim secara berkala. Fungsi ini juga dapat direalisasikan dengan mengikut-sertakan KY dalam memberikan penilaian hakim untuk kepentingan promosi dan mutasi jabatan hakim.

4. Menegakan kehormatan hakim. Istilah “menegakan” merupakan upaya represif, yaitu dalam rangka mewujudkan terciptanya kehormatan dan keluhuran hakim. Disini mengandung arti pendisiplinan, sehingga dalam melaksanakan fungsi ini sudah seharusnya diikuti dengan pemberian sanksi.

- Fungsi KY dalam melakukan pengawasan hakim bersifat integral dan merupakan satu kesatuan dengan fungsi-fungsi lainnya seperti : rekrutmen, pendidikan dan latihan/pengembangan kapasitas, promosi dan mutasi, serta penjatuhan sanksi (reward and punishment).

- KY dapat ikut serta dalam pengembangan kapasitas hakim, ini dalam rangka menjaga kehormatan dan keluhuran martabat, serta perilaku hakim atau salah satu bentuk upaya pencegahan agar hakim tidak melanggar kode etik dan pedoman perilaku hakim. Tujuan pengembangan ini diharapkan dapat meningkatkan integritas dan profesionalitas hakim, sehingga hakim memiliki kepekaan terhadap rasa keadilan masyarakat.

23


TIM PERUMUS :

Koordinator : Disiplin Manao, S.H., M.H. (Wakil Ketua Pengadilan TUN Bandung).

Sekretaris : H. Ujang Abdullah, S.H., MSi. (Wakil Ketua Pengadilan TUN Palembang)

Anggota :

1. Syofyan Iskandar,S.H., M.H. (Hakim Pengadilan TUN Bandung.

2. Agus Budi Susilo, S.H., M.H. (Hakim Pengadilan TUN Yogyakarta)

3. Andi Muh. Ali Rahman, S.H., M.H. (Hakim Pengadilan TUN Palu)

4. Enrico Simanjuntak, S.H. (Hakim Pengadilan TUN Palu)

5. Ir. Serirama Butar-Butar, S.E., S.H., Msi. (Hakim Pengadilan Pajak)

Selengkapnya...