Jika kau melihat penindasan dan bergetar hati mu, Dan masuk dalam barisan ku!! Maka kau adalah saudara ku!!

Senin, 19 Oktober 2009

Apakah Sistem Hukum Itu?

AMERICAN LAW

I. Hukum Amerika
Hukum Amerika Serikat pada awalnya diambil sebagian besar dari
common law dari sistem hukum Inggris, yang berlaku pada saat Perang Kemerdekaan. Namun, hukum tertinggi di negara ini adalah Konstitusi Amerika Serikat dan, menurut Klausa Supremasi Konstitusi, hukum-hukum yang diberlakukan oleh Kongres dan perjanjian-perjanjian yang mengikat Amerika Serikat. Semua ini merupakan dasar bagi undang-undang federal di bawah konstitusi federal di Amerika Serikat, yang membentuk batas-batas yurisdiksi undang-undang federal dan undang-undang di ke-50 negara bagian AS dan wilayah-wilayahnya.

1. Sumber-sumber hukum
Di Amerika Serikat, ada empat sumber hukum, yaitu
hukum konstitusi, hukum administratif, statuta (hukum resmi yang tertulis di suatu negara), dan common law (yang mencakup hukum kasus). Sumber hukum yang terpenting adalah Konstitusi Amerika Serikat, dan segala sesuatu berada di bawahnya, dan takluk kepadanya. Tak boleh ada hukum yang berkontradiksi dengan Konstitusi Amerika Serikat. Misalnya, bila Kongres menyetujui sebuah statuta yang berlawanan dengan konstitusi, maka Mahkamah Agung dapat menganggap hukum itu inkonstitusional dan membatalkannya.
2. Common law Amerika
Meskipun Amerika Serikat dan kebanyakan negara-negara
Persemakmuran mewarisi tradisional common law, dari sistem hukum Inggris, hukum Amerika cenderung unik dalam banyak hal. Ini disebabkan karena system hukum Amerika terputus dari system hukum Britania karena revolusi kemerdekaan negara ini, dan setelah itu ia berkembang secara mandiri dari system hukum Persemakmuran Britania. Oleh karena itu, bila kita mencoba menelusuri perkembangan prinsip-prinsip common law yang tradisional dibuat oleh para hakim, artinya, sejumlah kecil hukum yang belum dibatalkan oleh hukum-hukum yang lebih baru, maka peradilan peradilan Amerika akan melihat kepada kasus-kasus di Britania hanya sampai ke awal abad ke-19.
Meskipun pengadilan-pengadilan dari berbagai negara Persemakmuran seringkali saling mempengaruhi sesamanya melalui keputusan-keputusan yang diambilnya, pengadilan-pengadilan Amerika jarang sekali mengikuti keputusan-keputusan Persemakmuran pasca-revolusi kecuali apabila tidak ada keputusan yang diambil di Amerika mengenai masalah terkait, fakta-fakta dan hukum yang dimaksud hampir identik, dan alasannya dianggap sangat meyakinkan. Kasus-kasus Amerika yang paling awal, bahkan setelah Revolusi, seringkali mengutip kasus-kasus Britania yang sezaman, tetapi kutipan-kutipan seperti itu perlahan-lahan menghilang pada abad ke-19 ketika pengadilan-pengadilan Amerika mengembangkan prinsip-prinsipnya sendiri untuk memecahkan masalah-masalah hukum bangsa Amerika. Kini, sebagian besar kutipan hukum Amerika dilakukan kepada kasus-kasus domestik. Kadang-kadang pengadilan, dan penyunting-penyunting
buku kasus, memang membuat pengecualian untuk pandangan-pandangan terhadap masalah-masalah pertama-tama oleh para ahli hukum Britania yang cemerlang seperti William Blackstone atau Lord Denning.
Beberapa penganut
orisinalisme dan konstruksionisme ketat seperti Hakim Agung Antonin Scalia dari Mahkamah Agung Amerika Serikat berargumen bahwa pengadilan-pengadilan Amerika tak boleh sekalipun mencari bimbingan kepada kasus-kasus pasca-revolusi dari sistem-sistem hukum di luar Amerika Serikat, tak peduli apakah penalarannya meyakinkan atau tidak, dengan satu-satunya pengecualian terhadap kasus-kasus yang menafsirkan perjanjian-perjanjian internasional yang ditandatangani oleh Amerika Serikat. Yang lainnya, seperti Hakim Agung Anthony Kennedy dan Stephen Breyer, tidak setuju, dan sekali-sekali mengutip hukum asing yang mereka yakini meyakinkan, berguna, atau membantu.

II. Sistem Peradilan Pidana di Amerika
Sistem peradilan pidana yang dikenal di Amerika ini merupakan terjemahan sekaligus penjelmaan dari “Criminal Justice System”, suatu sistem yang diperkembangkan oleh praktisi penegak hukum (law enforcement officers) di Amerika Serikat. Dalam sistem peradilan pidana ini menjadi topik dan memerlukan batasan pokok pembahasan mencakup 2 hal, yaitu komponen atau perangkat yang ada pada sub-sistem ini dan latar belakang munculnya Criminal Justice System (sistem peradilan pidana) itu sendiri.
Di Amerika Serikat, seperti dikemukakan Prof. Neil C. Chamelin, Phd., pada mulanya komponen dari Sistem Peradilan Pidana hanyalah terdiri dari Polisi, Pengadilan dan Lembaga Pemasyarakatan yang bertujuan untuk menanggulangi kejahatan yang timbul di dalam tata kehidupan masyarakat pada tingkat pemerintahan lokal.
Dalam perkembangannya, Sistem Peradilan Pidana itu mengalami perluasan arti dan tujuannya. Dikatakan oleh Prof. Mardjono Reksodiputro, SH, MA, bahwa Sistem Peradilan Pidana adalah suatu operasionalisasi atau suatu sistem yang bertujuan untuk menanggulangi kejahatan, salah satu upaya masyarakat untuk mengendalikan terjadinya kejahatan agar berada dalam batas-batas toleransi yang dapat diterima.
Gambaran di atas, tegas, Prof. Mardjono Reksodiputro, SH, MA, adalah memang tugas utama dari sistem ini, tetapi tidak merupakan keseluruhan tugas sistem. Masih merupakan bagian tugas sistem adalah mencegah terjadinya korban kejahatan maupun mencegah bahwa mereka yang sedang atau telah selesai menjalani pidana tidak akan mengulangi lagi perubahan mereka yang melanggar hukum itu. Dengan demikian cakupan tugas sistem ini memang luas, yaitu :
1. Mencegah masyarakat menjadi korban.
2. Menyelesaikan kejahatan yang terjadi, sehingga masyarakat puas bahwa keadilan telah ditegakkan dan yang bersalah dipidana.
3. Berusaha agar mereka yang pernah melakukan kejahatan tidak mengulangi lagi perbuatannya.

III. Hukum Dan Perubahan Sosial
Perubahan terjadi di setiap aspek kehidupan. Hukum mengikuti perubahan sosial dan menyesuaikan dengan perubahan itu. Namun, sistem hukum juga membentuk dan menyalurkan perubahan sosial, dan memainkan peranan penting dalam kehidupan komunitas.
Perubahan sosial ada beberapa jenis, yaitu :
1. Bersifat tiba-tiba (cataclysmic); yang biasa disebut revolusioner yang benar-benar putus yang masa silam.
2. Meningkat (incremental) disebut evolusioner, tahap demi tahap, juga ada banyak tahapan dan tingkatan yang tidak menentu.
Bagaimana hukum secara persis bereaksi terhadap perubahan? Bagaimana mekanismenya? Hal ini dapat dilacak dengan mengikuti aspek perjalanan hubungan ras di Amerika.
Perbudakan tidak dikenal di Inggris atau dalam common law. Namun, banyak orang kulit putih ke koloni sebagai kuli kontrak.
Sampai saat ini persoalan ras masih menjadi isu yang panas di Amerika. Perubahan sosial dan hukum tidak diragukan lagi berjalan ke arah persamaan ras.
Perubahan yang luar biasa dalam budaya, gaya hidup, dan perilaku sosial juga telah terjadi dalam masa-masa terakhir ini. Perubahan ini jauh melebihi hubungan ras walaupun revolusi hak-hak sipil mungkin berperan di dalam wilayah perubahan sosial.
Revolusi pada norma dan perilaku sosial intinya adalah pemikiran yang menyatakan bahwa standar tingkah laku tertentu ketika diterima secara luas di Amerika Serikat, atau sedikitnya yang tidak banyak ditentang, kini “sedang berlaku”, sedang diperdebatkan, atau sudah runtuh begitu saja.
Khususnya, yang telah berubah adalah, pertama, pemikiran bahwa kode perilaku pribadi yang tunggal resmi, mengatur (atau harus mengatur) negara; kedua, bahwa kode itu kurang lebih sesuai dengan anjuran moral agama Kristen tradisional dengan muatan moralitas Victorian; dan ketiga, pemerintah mempunyai hak (tugas) untuk mengubah pedoman perilaku ini menjadi aturan yang legal dan menegakkannya semaksimal mungkin.

IV. Sistem Hukum
Hukum, menurut Donald Black adalah kontrol sosial dari pemerintah. Sedangkan Kontrol sosial, menurut Black adalah sebagai aturan dan proses sosial yang mencoba dan mendorong perilaku yang baik dan berguna atau mencegah perilaku yang buruk.
Sedangkan menurut Hart, hukum adalah kesatuan dari aturan primer dan sekunder. Aturan primer adalah aturan mengenai perilaku nyata. Aturan sekunder adalah pedoman bagaimana cara berperilaku.
Sistem hukum memiliki kode aturan (codes of rules), aturan (do’s and don’ts), peraturan (regulations) dan perintah (orders).
Unsur-unsur sistem hukum adalah :
1. Struktur
Struktur dari sistem hukum terdiri dari : jumlah dan ukuran pengadilan, yurisdiksinya (yaitu, jenis perkara yang diperiksa, dan bagaimana serta mengapa), dan cara naik banding dari satu pengadilan ke pengadilan lainnya.
2. Substansi
Substansi hukum adalah aturan, norma, dan pola perilaku nyata manusia yang berada dalam sistem itu.
3. Budaya hukum
Budaya hukum adalah sikap manusia terhadap hukum dan sistem hukum seperti kepercayaan, nilai, pemikiran, serta harapannya.
4. Dampak
Dampak (impact) adalah pertentangan apa yang timbul karena putusan itu.
Adapun fungsi dari sistem hukum adalah :
1. Fungsi kontrol sosial (social kontrol)
Sistem kontrol sosial ini merupakan fungsi dari sistem hukum, semua sistem yang lainnya kurang lebih menjadi sekunder atau di bawahnya. Sistem hukum berkaitan dengan perilaku yang mengontrol.
2. Fungsi penyelesaian sengketa (dispute settlement)
Menurut Richard L. Abel, sengketa (dispute) adalah pernyataan publik mengenai tuntutan yang tidak selaras (inconsistent claim) terhadap sesuatu yang bernilai.
3. Fungsi redistribusi perubahan sosial (redistributive function)
Fungsi ini mengarah pada penggunaan hukum untuk mengadakan perubahan sosial yang terencana dan ditentukan dari atas, yaitu pemerintah.
4. Fungsi rekayasa sosial (social engineering)
Rekayasa sosial merupakan aspek yang sangat menonjol bagi negara-negara kesejahteraan modern seperti Amerika.
5. Fungsi pemeliharaan sosial (social maintenance)
Pada fungsi ini, alokasi hukum bertindak sedemikian rupa menjaga atau berupaya menjaga status quo agar tetap ada.

V. Perilaku Hukum
Perilaku hukum adalah perilaku yang dipengaruhi oleh aturan, keputusan, perintah, atau undang-undang yang dikeluarkan oleh pejabat dengan wewenang hukum.
Pada umumnya, kecuali dalam hukum pidana dan dalam ketentuan hukum badan pengatur (regulatory law), perilaku hukum lebih ke soal menggunakan (use) atau tidak menggunakan (not use) daripada soal mematuhi dan tidak mematuhi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku hukum adalah :
1. Komunikasi hukum
2. Pengetahuan hukum
Tidak semua perilaku hukum dapat dijelaskan dalam kaitannya dengan ganjaran (reward) dan hukuman (punishment). Pada tingkat tertentu, kita sebenarnya makhluk yang tanggap terhadap janji dan ancaman. Namun kita juga insan yang bermoral dan sosial. Kita bereaksi terhadap pesan yang kita peroleh dari orang lain – terhadap apa yang dipikirkan dan dikatakan orang lain – dan kita juga mendengarkan suara hati nurani, mendengarkan pesan yang ada di dalam hati kecil.

VI. Hak Uji Material Terhadap Perundang-Undangan Menurut Hukum Amerika
Di Amerika Serikat, kekuasaan kehakiman diatur dalam Undang-undang Dasar negara tersebut Bab III Judicial Department. Pasal satunya mengatakan : Kekuasaan hukum di Amerika Serikat diletakkan dalam satu Mahkamah Tertinggi (Supreme Court) dan dalam pengadilan-pengadilan rendah lainnya yang sewaktu-waktu dapat ditentukan dan dibentuk oleh Kongres, Hakim-hakim, baik dari Mahkamah Tertinggi maupun dari pengadilan-pengadilan rendah, memegang jabatannya selama mereka berkelakuan baik, dan menerima waktu yang tertentu biaya untuk pekerjaannya yang jumlahnya tidak akan dikurangi selama mereka memegang jabatan.
Dalam struktur ini, cabang kehakiman di Amerika Serikat, terdiri dari Pengadilan Federal, yang tugasnya ialah menjelaskan serta menafsirkan undang-undang federal menyelesaikan perkara-perkara di depan pengadilan antara penduduk dari berbagai negara bagian dan menghukum beberapa macam pelanggaran undang-undang tertentu.
Dalam merencanakan suatu undang-undang, Kongres dapat menyatakan dengan teliti maksud seluruhnya dari undang-undang itu, tapi seringkali cara pelaksanaan suatu peraturan perundang-undangan terhadap suatu kasus yang khas, tidak selalu tegas. Maka dalam penggunaan undang-undang ini, diperlukan penafsiran undang-undang, yang biasanya terjadi dalam menghadapi sesuatu kasus tertentu. Kewajiban penafsiran undang-undang ini dibebankan pada Pengadilan Federal bahkan Pengadilan Federal ini berwenang juga menafsirkan perjanjian-perjanjian dan persetujuan-persetujuan dengan negara asing, bahkan meliputi juga Undang-undang Dasar Amerika Serikat.
Mahkamah Agung (MA) Amerika Serikat mempunyai wewenang sebagai pengawas terhadap cabang-cabang kekuasaan legislatif (Kongres) dan eksekutif (Presiden), dan menilai apakah cabang-cabang lainnya itu melampaui batas wewenang mereka atau tidak diuji kepada ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang Dasar. Selanjutnya Undang-undang Dasar Amerika Serikat memberikan beberapa kekuasaan bagi Pengadilan Federal ini, untuk menilai apakah Pemerintah Federal atau Pemerintah Negara bagian, telah melampaui batas wewenang mereka.
Hakim-hakim Federal, diangkat oleh Presiden Amerika Serikat, dengan pengesahan dari Senat.
Dalam khasanah bahasa hukum ada tiga tema yang sepadan yaitu pemisahan kekuasaan (separation of power), pembagian kekuasaan (distribution of power), dan pembagian kerja (destruction of function). Dari dunia barat, dapat diketahui ada tiga ajaran “separation of power”, meliputi : ajaran Trias Politica, Dikotomi, dan Cultur Praja. Dikotomi dianut oleh Gondow, membagi kekuasaan negara atas policy making, memiliki fungsi menetapkan kebijaksanaan. Ajaran catur praja, dianut oleh van Vollenhoven, membagi empat kekuasaan, masing-masing perundang-undangan, pemerintah, peradilan, dan polisi. Dalam kepustakaan, ternyata masalah pembagian kekuasaan, selalu dikaitkan dengan ajaran Montesqieu yang terkenal dengan sebutan “Trias Politica”. Trias Politica adalah ajaran pemisahan kekuasaan, karena ajaran ini mengingatkan bahwa kekuasaan negara jangan sampai menjadi kekuasaan absolut yang sewenang-wenang (“tidak tak terbatas”). Oleh sebab itu separation of power, membagi kekuasaan negara dipisahkan satu sama lain menjadi tiga cabang (schelding van machten) yang lazim disebut dengan kekuasaan legislatif, kekuasaan eksekutif dan kekuasaan yudikatif. Dengan pengertian bahwa untuk melaksanakan kekuasaan tersebut perlu juga dibentuk badan tertentu juga terpisah satu sama lain (schelding van organen), sehingga dengan demikian tidak ada campur tangan antar badan-badan tersebut dalam melaksanakan kekuasaannya masing-masing. Dalam teori dan praktek kenegaraan, kekuasaan legislatif dipegang oleh parlemen atau kongres, kekuasaan eksekutif dipegang oleh Presiden, dan kekuasaan yudisial berada di tangan Mahkamah Agung (MA) (vide constitution of USA, article 1, 11 and 11). Mengenai badan atau lembaga mana yang melakukan pengujian secara materiil dapat dilihat pada sistem hak menguji materiil yang diterapkan pada masing-masing negara, apakah sistem Amerika Serikat (Judicial Review), sistem pengujian oleh Lembaga Perwakilan Rakyat (Legislative Review), atau variasi dari kedua sistem itu. Secara sederhana Mackenzie mengartikan Judicial Review di Amerika Serikat adalah : “...... is the power of the court to nullify any law or any official action based on a law that is in violation of the United Stated Constitution”.
Henry J. Abraham memberi definisi Judicial Review dengan :
“...... is the power of any court to hold unconstitutional and hence unenforceable any law, any official action based upon a law, and any other action by a public official that in deems-upon careful, normally painstaking, reflection and in line with the canons of the taught tradition of law as well as judicial self-restraint-to be in conflict with Basic Law, in the United Stated its Constitution”.
Dalam pengertian di atas, Judicial Review dipahami sebagai kekuasaan suatu badan peradilan untuk menyatakan tidak konstitusional dan tidak dapat ditegakkan suatu peraturan perundang-undangan termasuk tindakan (putusan) pemerintah yang bertentangan dengan undang-undang dasar atau konstitusi. Tiga hal penting yang dapat disimpulkan:
1. Judicial Review memberi jaminan bahwa undang-undang atas dasar delegasi Undang-undang Dasar adalah tidak boleh bertentangan dengannya;
2. Judicial Review menjamin tindakan pemerintah adalah sesuai dengan Undang-undang Dasar dan udang-undang yang didasarkan pada Undang-undang Dasar; dan
3. Judicial Review dilakukan oleh suatu badan peradilan.

VII. American Legal Realism
American Legal Realism mempergunakan suatu pendekatan sosiologis yang dapat disifatkan sebagai semboyan “hukum adalah apa yang dibuat oleh para hakim”. Hukum dianggap sebagai keahlian para hakim. Hukum adalah hukum preseden (hukum mengenai peristiwa yang serupa sebelumnya), hukum itu dikembangkan di ruang pengadilan.
Menganut aliran realis itu mengerjakan analisa keputusan pengadilan, mencoba menemukan faktor apa yang turut berperan dalam pemberian keputusan, memeriksa apa akibatnya dan mencoba meramalkan bagaimana peradilan akan mengambil keputusan di kemudian hari.
Pelopor aliran ini adalah hakim Oliver Wendel Holmes (1841-1935) yang menentang pendapat bahwa hakim itu merupakan semacam otomat yang pekerjaannya tidak lain daripada menerapkan aturan hukum (yang telah tetap) pada kejadian yang dibawa ke hadapannya.
Pendapat Holmes dilanjutkan oleh Roscoe Pound (1870-1974) yang melihat social engineering sebagai persoalan pokok dari hukum. Hukum adalah suatu alat yang diciptakan sendiri oleh manusia untuk kebahagiaan masyarakatnya.
Tugas pokok dari yuris ialah menimbang terus menerus berbagai kepentingan yang memainkan peranan dalam perlindungan sosial, dengan tujuan tercapainya suatu hidup bermasyarakat yang sebaik-baiknya.

0 komentar:

Posting Komentar